Ujian Dan Celaan: Ketika Kedua-Duanya Sama Saja
Dalam kehidupan, pujian dan celaan sering kali datang silih berganti. Bagi sebagian orang, pujian dapat menjadi sumber kebahagiaan dan motivasi, sementara celaan bisa menjadi sumber penderitaan dan tekanan. Namun, ada sekelompok orang yang tidak terpengaruh oleh kedua-duanya. Bagi mereka, pujian dan celaan adalah dua sisi dari mata uang yang sama, yang tidak mampu menggetarkan ketenangan batin mereka. Mengapa demikian? Jawabannya terletak pada pemahaman mendalam mereka terhadap niat dan tujuan hidup.
Orang-orang seperti ini, yang diperingatkan oleh Allah dari godaan untuk mencari muka kepada manusia, memiliki fokus yang berbeda. Mereka tidak hidup untuk mendapatkan pengakuan manusia, melainkan untuk mencari ridha Allah semata. Allah dalam firman-Nya mengingatkan kita tentang pentingnya niat yang tulus. Seperti yang disebutkan dalam sebuah hadis, “Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan apa yang dia niatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Ketika seseorang telah memfokuskan hatinya untuk mengharapkan wajah Allah, pujian dan celaan tidak lagi menjadi hal yang berarti. Pujian yang datang tidak membuat mereka terlena dan merasa diri lebih tinggi dari yang lainnya. Sebaliknya, celaan yang ditujukan kepada mereka tidak menyakiti hati dan tidak mengurangi rasa tenang. Sebab, segala sesuatu yang terjadi dalam hidup ini adalah bagian dari takdir Allah, dan mereka percaya bahwa apa yang Allah tetapkan adalah yang terbaik.
Orang yang dipalingkan dari niat mencari muka manusia ini memiliki prinsip yang kokoh. Mereka tidak lagi terikat pada penilaian manusia, yang sering kali berubah-ubah. Mereka memahami bahwa pujian yang datang dari manusia bisa saja didorong oleh kepentingan tertentu, atau sekadar angin lalu tanpa dasar kebenaran. Begitu pula celaan, yang bisa jadi tidak lebih dari cerminan kebencian atau ketidaktahuan orang lain tentang realitas sebenarnya.
Dalam kehidupan sehari-hari, orang-orang seperti ini menanamkan nilai-nilai keikhlasan dan kesabaran. Mereka menjalani hidup dengan penuh kesadaran bahwa setiap tindakan yang dilakukan adalah untuk memenuhi perintah Allah, bukan untuk mendapatkan sanjungan atau menghindari cemoohan manusia. Mereka juga memegang teguh prinsip tawakkal kepada Allah, percaya sepenuhnya bahwa segala hasil dan buah dari amal perbuatan adalah hak prerogatif Allah.
Dengan demikian, ketika pujian dan celaan datang, mereka tetap berada dalam ketenangan. Pujian yang datang tidak membuat mereka lupa diri, dan celaan yang ditujukan tidak membuat mereka merasa tertekan. Sebab, tujuan utama mereka adalah hidup untuk kebaikan dan kebajikan, serta menjaga hati tetap lurus dan tulus hanya kepada-Nya. Ini adalah sebuah keberkahan yang tidak semua orang bisa capai, tetapi dengan ketulusan niat dan kedekatan kepada Allah, hal tersebut menjadi mungkin.
Sebagai penutup, mari kita renungkan bagaimana kita bisa memfokuskan kembali niat dan tujuan hidup kita. Apakah kita hidup untuk mencari pujian manusia ataukah untuk meraih ridha Allah? Mari kita berusaha untuk menjadi pribadi yang, seperti yang telah disebutkan, tidak terpengaruh oleh pujian dan celaan, karena niat kita hanya untuk mengharapkan wajah Allah semata. Semoga kita semua termasuk dalam golongan orang-orang yang ikhlas dan istiqamah dalam menjalani kehidupan ini.