Keutamaan Anonimitas Dan Kerendahan Hati: Sebuah Refleksi Dari Pesan Abu Bakr Al-Qurasyi
Dalam kehidupan yang serba cepat dan terhubung saat ini, keinginan untuk dikenal dan diakui oleh masyarakat sering kali menjadi tujuan utama banyak orang. Platform media sosial, misalnya, telah memberikan panggung bagi setiap individu untuk menonjolkan diri, mendapatkan pujian, dan meraih popularitas. Namun, di tengah gemuruh kehidupan modern ini, terdapat pesan bijak yang menekankan pentingnya menjaga anonimitas dan kerendahan hati, seperti yang disampaikan oleh Abu Bakr al-Qurasyi dalam karyanya At-Tawadhu' wal Khumul.
Pesan beliau berbunyi: "Jika engkau mampu untuk tidak terkenal, lakukanlah. Tidak ada ruginya engkau tidak dikenal, tidak ada ruginya engkau tidak mendapatkan pujian, dan tidak ada ruginya engkau dicela oleh manusia; apabila engkau terpuji di sisi Allah Azza wa Jalla."
1. Makna Anonimitas dan Kerendahan Hati
Anonimitas yang dimaksudkan oleh Abu Bakr al-Qurasyi bukanlah sekadar tentang tidak dikenalnya seseorang di dunia, tetapi lebih pada sikap hati yang tidak haus akan pengakuan dari manusia. Kerendahan hati, yang di dalamnya terkandung unsur anonimitas, adalah sikap di mana seseorang menyadari bahwa nilai dirinya tidak ditentukan oleh pandangan manusia, melainkan oleh pandangan Allah semata.
Dalam Islam, kerendahan hati adalah salah satu sifat yang sangat dianjurkan. Rasulullah SAW sendiri adalah contoh teladan dalam hal ini. Meskipun beliau memiliki kedudukan yang tinggi di sisi Allah dan manusia, beliau tetap rendah hati, tidak pernah merasa lebih baik dari orang lain, dan selalu menghargai orang lain tanpa memandang status sosial mereka.
2. Keutamaan Tidak Terkenal di Dunia
Abu Bakr al-Qurasyi mengingatkan bahwa tidak ada kerugian jika seseorang tidak dikenal oleh manusia. Dalam pandangan duniawi, mungkin seseorang merasa rugi jika tidak terkenal, karena popularitas sering kali dihubungkan dengan kesuksesan, pengaruh, dan bahkan kebahagiaan. Namun, pesan ini menekankan bahwa ukuran kebahagiaan dan kesuksesan sejati tidak terletak pada seberapa dikenal seseorang di dunia, melainkan seberapa dekat hubungannya dengan Allah.
Bahkan, anonimitas bisa menjadi perlindungan dari ujian yang lebih besar. Popularitas sering kali datang dengan godaan riya’ (pamer), kesombongan, dan tekanan untuk terus mempertahankan citra di mata orang lain. Dengan tidak dikenal, seseorang bisa fokus memperbaiki diri dan ibadahnya kepada Allah tanpa terganggu oleh hal-hal duniawi.
3. Mengabaikan Pujian dan Celaan Manusia
Pujian dan celaan adalah dua hal yang sering kali menjadi tolok ukur bagi banyak orang dalam menilai diri mereka. Namun, Abu Bakr al-Qurasyi mengingatkan bahwa tidak ada manfaat dari pujian manusia jika itu tidak selaras dengan penilaian Allah. Begitu pula, tidak ada kerugian dari celaan manusia jika seseorang tetap terpuji di sisi Allah.
Hal ini sejalan dengan ajaran Rasulullah SAW yang bersabda, “Barangsiapa yang mencari ridha Allah dengan mengorbankan keridhaan manusia, maka Allah akan mencukupkannya dari manusia. Dan barangsiapa yang mencari keridhaan manusia dengan mengorbankan keridhaan Allah, maka Allah akan menyerahkannya kepada manusia.” (HR. Tirmidzi).
4. Fokus pada Penilaian Allah
Pesan Abu Bakr al-Qurasyi ini menuntun kita untuk memfokuskan diri pada penilaian Allah semata. Kebahagiaan dan kesuksesan sejati hanya dapat dicapai jika kita mendapatkan ridha-Nya. Anonimitas di dunia, jika disertai dengan amal saleh yang ikhlas, justru bisa menjadi jalan yang lebih mudah untuk mencapai kedekatan dengan Allah.
Sejatinya, yang terpenting bukanlah seberapa banyak manusia yang mengenal kita, tetapi seberapa baik kita dikenal oleh Allah. Amal perbuatan yang dilakukan dengan ikhlas dan tanpa mengharapkan pujian dari manusia akan mendapat ganjaran yang besar di sisi-Nya. Dan inilah yang seharusnya menjadi tujuan utama dalam hidup setiap muslim.
Kesimpulan
Pesan Abu Bakr al-Qurasyi dalam At-Tawadhu' wal Khumul mengajak kita untuk merefleksikan kembali tujuan hidup kita. Anonimitas dan kerendahan hati bukanlah kelemahan, melainkan kekuatan yang dapat mendekatkan kita kepada Allah. Tidak ada kerugian dalam memilih untuk tidak terkenal di dunia ini, asalkan kita terpuji di sisi Allah. Justru, dengan menjaga hati dari keinginan untuk dikenal dan dipuji oleh manusia, kita dapat lebih fokus pada hal-hal yang benar-benar penting, yaitu mencari ridha Allah dan menjadi hamba yang dicintai-Nya.